Thursday, September 4, 2008

Dongeng Sebelum Tidur

Aku membayangkan diriku mati. Berada di dalam peti mati yang berenda putih, dan aku terbaring disana. Bukan mengenakan kain pocong yang mengerikan itu, bukan seperti itu dandanan kematian yang aku mau. Aku mau mengenakan baju panjang putih, bisa kebaya atau busana muslim biasa, dengan kerudung putih polos cantik yang menghiasi wajahku. Aku ingin terlihat cantik, walaupun pucat, secantik mungkin di saat terakhirku. Bahkan jikalau aku tak pernah tahu aku cantik, setidaknya hari itu seluruh orang yang menghadiri upacara pemakamanku mengenangku dengan baik, mengenangku sebagai wanita cantik yang mati muda. Mati muda tapi cantik. Cantik tapi mati muda. Ehm… mana yang penting?

Maka, aku pun mulai membayangkan hari itu, menghitung-hitung siapa saja yang akan datang, siapa orang yang akan menangisi kepergianku, orangtuaku? Saudaraku? Teman-temanku? Mantan pacar? Orang yang menaruh hati padaku? Siapa?
Kira-kira, berapa orang yang akan sudi datang di hari itu? meluangkan sedikit waktu mereka dari seluruh hal penting yang menyita hidup mereka, apakah aku akan menjadi prioritas mereka? Apakah mereka akan rela memakai pakaian berwarna gelap di siang yang panas? Menutupi wajah mereka dengan kerudung hitam sambil sesekali menyeka air mata yang menetes, hanya sekedar mengingatkan mereka tentang aku, seperti apa aku dimata mereka, dan kematian yang kelak akan datang juga pada mereka? Apakah mereka akan mengantarkanku hingga ke pemakaman umum tempat terakhirku di bumi ini? toh ragaku takkan tiba-tiba berpindah lagi kan? Karena sungguh aku tak pernah bercita-cita menjadi arwah penasaran. Aku hanya ingin mati dalam damai. Mati tanpa menghantui siapapun.

Saturday, July 5, 2008

Membunuh Kangen

ya...
kali ini kangenku mulai menyiksa
dan mulai melemahkanku

rasanya sesak
seperti bendungan yang menahan arus air di musim super hujan
rasanya begitu

mau menangis, lelah
mau diam, sesak
mau menyibukkan diri pun mendadak segala jadi kabur
mau apa lagi kalau begitu?

ya...
katamu aku terlalu menuntut

ya...
aku jadi berpikir

sejujurnya,
aku cuma mau kamu memberiku kabar
tanpa tunggu aku kirim kabar

lelah,
menunggu itu lelah
kamu tahu?

ya...
sekarang kengenku mulai menyiksa

ada yang tahu,
cara membunuh kangen?

sms atau email aku ya...

cara membunuh kangen!

bercerita tentang pantai kali atau kali pantai ya...




perjalanan hari itu dimulai dengan pundong yang jadi tujuan. Dua versi pundong yang berbeda, versi adikku didaerah selatan dan versiku didaerah barat. karena perbedaan perspektif itu, kami pun sempat nyasar -justru ke jalan yang benar- menuju pundong -yang asli- versi adikku. yap, pundong yang asli. karena ternyata pundong versiku adalah desa Gamplong.

Desa Gamplong merupakan desa sentra kerajinan tenun. tepatnya ke arah Godean, atau menurut peta lisan kakakku adalah perempatan pertama setelah pasar Godean belok kiri sekitar 7 km ada rel kereta belok kanan, nah nanti disana nanti udah ada tulisannya gede. lebih mudahnya, desa gamplong berada disekitaran pantai Cemplon. Pantai yang akan aku bagi saat ini.

selesai mengitari desa Gamplong mencari pengrajin tenun, kami sepakat untuk bermain dan berfoto-foto di Pantai Cemplon. bayangan indah pantai berpasir putih sempat berkelibat dibenakku. wah, pasti asyik. pikirku saat itu. bukan kebetulan juga jika aku sudah siap dengan kamera digital sebagai sarana tempur.

sebelum menuju pantai cemplon, bapak pengrajin yang kami temui sempat berujar "wah, itu biasanya pasangan mbak yang kesana." dan langsung kami sambut dengan tawa pahit yang lepas. kami juga pasangan ko pak... :)

setelah cukup lama berkeliling, akhirnya kami temukan juga papan penunjuk ke arah pantai. setiba disana, suasananya cukup tenang. cuma ada beberapa motor yang diparkir rapi. ehm, tapi pantai kok banyak pohon bambunya ya? ehm... trus kok pantainya gak keliatan ya... kami pun mulai bertanya-tanya diselingi sedikit ragu mengenai keabsahan pantai yang, mungkin, sudah terlalu muluk dibenakku.

"maaf bu, pantainya dimana ya bu?"
"ya ini, dibawah sana mbak. bukan pantai kok mbak. cuma kali." kami berpandangan... 'bukan pantai kok mbak'..... cuma... cuma kali..! rusak sudah imajinasiku. kami pun nyengir pasrah. "ayo kita lihat! lumayanlah, biarpun cuma kali. kita foto-foto aja." ujarku. adikku sih cuma manut. maklum, serangan 'lecet' yang membabi-buta di daerah tertentunya membuatnya menjadi semakin tidak fokus :p.

ternyata cuma kali yang dimaksud si ibu agak jauh dari tempat parkir. jalan turunan yang cukup panjang, kebun-kebun, bambu, dan beberapa dangau dengan beragam ukuran tempat beristirahat. ditengah perjalanan, sepasang remaja tengah bergandengan tangan menuju satu tempat. dengan penuh rasa ingin tahu aku berniat mengikuti keduanya. tapi, adikku protes. "hush.. disini aja. jangan gangguin orang." yah... aku tidak berniat mengganggu kok, aku kan cuma mau jalan-jalan :p.

setibanya di TKP, kami lebih nyengir lagi. panas. ada beberapa tumpukan batu yang sepintas tampak dengan sengaja disusun menyerupai kamar-kamar tersembunyi dan sepi. ya, cuma ada kami berdua disana. kami pun langsung bertanya-tanya, kemana para pasangan yang diceritakan si bapak ya? padahal niat buruk kami, atau mungkin aku, salah satunya adalah mengganggu aktivitas para pasangan tersebut. hehehe.. niat buruk memang susah mendapat kemudahan jalan.

sambil duduk-duduk menahan panas dipinggiran sungai, kami mulai membahas kenapa sungai ini mendapat julukan pantai. sebuah kosakata yang menurut kami level sensasinya seharusnya lebih fantastis dari sekedar ini. yah, walaupun dari segi ukuran, sungai ini memang tergolong luas, dengan banyak lumut dan tanaman air yang memberi kesan hijau pada air sungai. kami pun berkesimpulan bahwa pantai cemplon adalah nama dari sungai ini. jadi tampak seperti ini, Kali Pantai Cemplon atau Sungai Pantai Cemplon.

Setelah puas foto-foto. kami pun kembali merangkak naik. Sebelum benar-benar pulang, kami sempat duduk di sebuah dangau. minum teh kotak sembari melanjutkan acara bincang-bincang. saat itulah informasi mengenai pantai cemplon sebagai salah satu tempat alternatif untuk berdua-duaan akhirnya terbukti.

beberapa pasang remaja yang entah dari sisi mana, mulai tampak menaiki tanjakan sebagai satu-satunya akses menuju pantai cemplon. disusul, beberapa rombongan remaja lagi yang baru tiba. sepasang diantaranya sepertinya sedang marahan. yang perempuan menolak untuk digandeng dengan mengibaskan tangannya. mukanya ditekuk kesal. aku dan adikku pun cuma bisa ketawa-ketawa kecil aneh. duh, pantai cemplon...

Tuesday, April 15, 2008

short message service

kenapa tidak membalas smsku?
sibuk sayang?
yayaya aku tahu..
kamu kan pekerja yang baik
yang bertanggung jawab
pada diri dan keluarga
yayaya...
aku kan memang harus mengerti kamu
begitu kan sayang?
yayaya..
aku memang pengangguran yang gak banyak kerjaan
yang bisa sms tiap detik
mau pagi siang sore atau malam
dan kamu tidak bisa
karena kamu harus bekerja
pagi siang sore
dan tidur saat malam
yayaya.. aku memang harus mengerti kamu
begitu sayang?

Thursday, March 27, 2008

Lagi-Lagi Kembali ke Laptop


Populernya kawasan hot spot di kampus-kampus, coffee shop, resto, hingga mall diimbangi pula dengan kepemilikan laptop yang menggeser kedudukan PC yang kini diasosiasikan sebagai tidak fleksibel. Kini rata-rata orang lebih memilih untuk membeli notebook yang dapat dengan mudah ditenteng kesana kemari sesuai dengan kebutuhan sang pengguna. Kepemilikan laptop pun kemudian bergeser menjadi trend dan pandangan mengenai kedudukan sosial seseorang di masyarakat. Seorang kawan pernah berkata dengan polos “Masa kuliah di sospol nggak punya laptop sih?!! Kalau nggak punya laptop sih terus mau ngapain di kampus??? Sospol gitu loh.” Ujarnya dengan perasaan campur aduk beberapa jam setelah kamar kostnya kebobolan maling dan membawa kabur laptop miliknya. Saya jadi berpikir, apakah lalu jika tidak memiliki laptop maka seseorang secara otomatis akan digolongkan dalam kasta patria dan dianggap kuno? Nggak gaul-lah….

Kebutuhan seseorang untuk diakui. Mungkin itu salah satu penyebab meningkatnya kepemilikan laptop pada kalangan muda. Namun dampak yang paling saya rasakan dari kehadiran laptop adalah bergesernya kebudayaan guyub khas jogja yang menjadi lebih personal dan individu. Lagipula mana mungkin kita mengutak-atik laptop sembari mengobrol dengan nyaman. Rasanya susah untuk dipraktekkan. Ketika dua orang duduk dalam satu meja dan salah satunya telah memutuskan untuk menikmati laptop-nya, maka jadilah manusia yang lain mati gaya. Alias tidak tahu harus berbuat apa. Mau nimbrung salah, mau diam saja tidak enak, mau pamit rasanya kok kurang sopan, akhirnya mau tidak mau harus siap berdiam diri sambil pura-pura menikmati minuman yang ada atau sekedar melihat-lihat sekitar.

Hal semacam ini pernah saya alami. Beberapa kali malah. Awalnya janjian ngopi bareng, saya setuju karena sudah lama saya tidak bertukar pikiran dengan seorang kawan lama. Setelah menyelesaikan hobi ngaret saya (saya datang setengah jam lebih lama dari waktu yang dijanjikan-red) akhirnya bertemulah kami di salah satu sudut kota yang cukup menyenangkan dengan suguhan cokelat hangatnya yang lezat. Namun tralala… kawan lama saya ternyata sudah asyik sendiri dengan laptopnya. Awalnya saya merasa sangat bersalah, ini pasti gara-gara saya telat dan membuang waktunya percuma. Tapi ternyata setelah beberapa kali bertemu, tahulah saya kalau si kawan lama memang sedang hobi mencari hot spot untuk mengupdate tulisannya di internet. Sejak saat itu, rasanya saya lebih memilih bertemu dia di dunia maya sekalian, atau main kerumahnya langsung. Daripada bengong gak karuan di cafĂ© menunggunya mengotak-atik laptop (yang umumnya dilakukan hingga salam sampai jumpa diucapkan).

Sayangnya teknologi yang satu ini belum mampu dinikmati oleh semua kalangan, baru terbatas pada menengah keatas. Tapi bukan tidak mungkin, beberapa tahun kedepan laptop sudah seperti kacang goreng yang laris manis. Hal senada juga pernah terjadi pada kepemilikan handphone. Siapa tahu saja, suatu saat nanti kalau mau kepasar dengan becak kita bisa membooking-nya lebih dulu via internet.

Nah, kira-kira setelah Laptop apalagi ya….? 

Saturday, September 29, 2007

Menanti Dering


aku menanti teleponmu
hingga terbunuh lelah
dan tak sanggup bangun lagi
kamu menyiksaku dengan tangis
menantimu memberi kabar
lewat dering telepon yang tak kunjung datang
aku kangen kamu
aku merindu mengecup tanganmu setiap selesai salammu pada Tuhan
aku merindu setiap penggalan nafas yang terpacu keluar untuk setiap kata merayu
aku merindumu
sungguh.. untuk setiap waktu yang terlewati
apapun itu
saat ini, apakah maafmu telah habis?
inikah penghabisanku?
aku merindumu... sungguh...

Sunday, September 16, 2007

Imajinasi Liar*


"sayang, mau berpeluk? mau bercinta? telepon aku cepat, sebelum seseorang membawaku pergi. malam ini aku butuh duit..."

aku mau jual kelamin saja sayang
siapa tahu lebih menjamin hidup
aku kan tak mau hidup susah lagi
aku capek!

lebih baik aku mangkal saja
jadi penutup hidangan makan malam
atau makan siang
terserah saja
yang penting taruh uangnya dulu di atas meja

aku malas kalau harus membangunkan babi-babi itu
jangan-jangan mereka malah ketagihan dan tak mau melepasku
minta tambah lagi
huh.. enak saja!

di warung tegal saja, tambah krupuk harus bayar
apalagi ini alat kelamin
yang cuma satu
bagaimana?
mau nambah?
taruh uangnya di meja...
ayo mulai...

"sayang, kenapa belum menelponku? apakah karena aku terlanjur menjual kelaminku? sayang..."

*imajinasi liar terinspirasi dari betina liar... terkadang menjadi liar itu anugerah.

Pelacur
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Pelacur adalah seseorang yang menjual jasanya untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggannya, biasanya dalam bentuk menyewakan tubuhnya.

Di kalangan masyarakat pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik.

Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya."

Pandangan yang negatif terhadap pelacur seringkali didasarkan pada standar ganda, karena umumnya para pelanggannya tidak dikenai stigma demikian.

Penyair W.S. Rendra pernah menulis dua buah puisi tentang pelacur yang lebih netral dalam "Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta!" Bahkan lebih dari itu, dalam puisinya "Nyanyian Angsa", Rendra melukiskan Maria Zaitun, seorang pelacur, yang justru menjadi kekasih Tuhan, yang dikontraskannya dengan kaum agamawan yang menjauhkan diri daripadanya.

Saat ini pelacur juga sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial. Pelacur laki-laki disebut gigolo.

sumber :
http://groups.or.id/wikipedia/id/p/e/l/Pelacur.html