Thursday, March 27, 2008

Lagi-Lagi Kembali ke Laptop


Populernya kawasan hot spot di kampus-kampus, coffee shop, resto, hingga mall diimbangi pula dengan kepemilikan laptop yang menggeser kedudukan PC yang kini diasosiasikan sebagai tidak fleksibel. Kini rata-rata orang lebih memilih untuk membeli notebook yang dapat dengan mudah ditenteng kesana kemari sesuai dengan kebutuhan sang pengguna. Kepemilikan laptop pun kemudian bergeser menjadi trend dan pandangan mengenai kedudukan sosial seseorang di masyarakat. Seorang kawan pernah berkata dengan polos “Masa kuliah di sospol nggak punya laptop sih?!! Kalau nggak punya laptop sih terus mau ngapain di kampus??? Sospol gitu loh.” Ujarnya dengan perasaan campur aduk beberapa jam setelah kamar kostnya kebobolan maling dan membawa kabur laptop miliknya. Saya jadi berpikir, apakah lalu jika tidak memiliki laptop maka seseorang secara otomatis akan digolongkan dalam kasta patria dan dianggap kuno? Nggak gaul-lah….

Kebutuhan seseorang untuk diakui. Mungkin itu salah satu penyebab meningkatnya kepemilikan laptop pada kalangan muda. Namun dampak yang paling saya rasakan dari kehadiran laptop adalah bergesernya kebudayaan guyub khas jogja yang menjadi lebih personal dan individu. Lagipula mana mungkin kita mengutak-atik laptop sembari mengobrol dengan nyaman. Rasanya susah untuk dipraktekkan. Ketika dua orang duduk dalam satu meja dan salah satunya telah memutuskan untuk menikmati laptop-nya, maka jadilah manusia yang lain mati gaya. Alias tidak tahu harus berbuat apa. Mau nimbrung salah, mau diam saja tidak enak, mau pamit rasanya kok kurang sopan, akhirnya mau tidak mau harus siap berdiam diri sambil pura-pura menikmati minuman yang ada atau sekedar melihat-lihat sekitar.

Hal semacam ini pernah saya alami. Beberapa kali malah. Awalnya janjian ngopi bareng, saya setuju karena sudah lama saya tidak bertukar pikiran dengan seorang kawan lama. Setelah menyelesaikan hobi ngaret saya (saya datang setengah jam lebih lama dari waktu yang dijanjikan-red) akhirnya bertemulah kami di salah satu sudut kota yang cukup menyenangkan dengan suguhan cokelat hangatnya yang lezat. Namun tralala… kawan lama saya ternyata sudah asyik sendiri dengan laptopnya. Awalnya saya merasa sangat bersalah, ini pasti gara-gara saya telat dan membuang waktunya percuma. Tapi ternyata setelah beberapa kali bertemu, tahulah saya kalau si kawan lama memang sedang hobi mencari hot spot untuk mengupdate tulisannya di internet. Sejak saat itu, rasanya saya lebih memilih bertemu dia di dunia maya sekalian, atau main kerumahnya langsung. Daripada bengong gak karuan di cafĂ© menunggunya mengotak-atik laptop (yang umumnya dilakukan hingga salam sampai jumpa diucapkan).

Sayangnya teknologi yang satu ini belum mampu dinikmati oleh semua kalangan, baru terbatas pada menengah keatas. Tapi bukan tidak mungkin, beberapa tahun kedepan laptop sudah seperti kacang goreng yang laris manis. Hal senada juga pernah terjadi pada kepemilikan handphone. Siapa tahu saja, suatu saat nanti kalau mau kepasar dengan becak kita bisa membooking-nya lebih dulu via internet.

Nah, kira-kira setelah Laptop apalagi ya….? 